Tunjangan profesi guru non pegawai negeri sipil yang mengajar di daerah khusus dan guru sekolah luar biasa akan disalurkan akhir Maret 2014 untuk triwulan I. pemerintah kabupaten/kota juga diminta untuk mencairkan tunjangan guru PNS dan jangan menahannya.
Hal itu diumumkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh sebelum menutup Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan 2014, Jumat (7/3) di Jakarta.
Selama ini banyak kelurahan dari guru PNS karena tunjangan profesi guru belum tentu cair setiap 3 bulan. Kalaupun cair jumlahnya tidak utuh. Terjadi pula kasus, dalam setahun jumlah tunjangan profesi guru PNS yang cair hanya 10 bulan atau 11 bulan.
Meurut Nuh, pengucuran anggaran tunjangan profesi guru PNS dilakukan melalui mekanisme transfer daerah. Tidak bisa langsung dari Pemerintahan Pusat kepada guru karena erat kaitannya dengan otonomi daerah. Karena itu, setelah dana cair, pemerintahan kabupaten/kota diminta jangan menahannya dengan alasan apapun.
“kami mohon daerah bisa mencairkan tunjangan profesi tepat waktu. Kami ingin menunjukan, kita bisa tepat waktu,” kata Nuh.
Sesuai penutupan, Nuh lebih lanjut menjelaskan, secara teknis Kemdikbud hanya bisa “mengendalikan” tunjangan profesi guru non-PNS, guru khusus, dan guru di sekolah luar biasa (SLB). Ini disebabkan anggaran tunjangan profesi, tunjangan daerah khusus masuk kedalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kemdikbud. Adapun anggaran untuk tunjangna profesi guru PNS langsung dikirimkan ke kabupaten/kota.
“selama ini selalu muncul masalah terkait tunjangan profesi guru. Mulai dari ketidakpastian, keterlambatan, sampai jumlah tunjangan yang kurang minimal tiga bulan. Ini harus diakhiri. Bantuan operasional sekolah (BOS) saja yang anggarannya sampai triliunan rupiah sekarang sudah beres,” kata Nuh.
Terkait dengan utang tunjangan profesi yang belum diterima gurur, Nuh berjanji, Kemdikbud dan pemerintah kabupaten/kota akan segera melunasinya. Sampai saat ini, anggaran tunjangan profesi yang masih mengendap didaerah masih diselidiki Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Menurut rencana, utang tunjangan ini akan dilunasi akhir Maret juga.
Alokasi anggaran untuk tunjangan profesi guru pada 2014 naik, dari Rp 43 Triliun pada 2013, menjadi Rp 60,5 Triliun. Secara keseluruhan, anggaran fungsi pendidikan tahun 2014 sudah ditetapkan Rp 368 Triliun dan Rp 238 Triliun diantaranya ditransfer kedaerah.
Tim Pengawas
Jumlah anggaran transfer daerah yang mencapai Rp 238 Triliun, terutama tunjangan profesi guru, itu dinilai oleh inspektur jenderal Kemdikbud Haryono Umar rawan terjadi penyimpangan karena selama ini anggaran itu tidak pernah ada yang mengawasi.
Untuk itu, sejak 2012 telah dibentuk tim khusus dari Kemdikbud, Kementerian Keuangan, Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tim khusus pengawas ini akan mulai bekerja April mendatang. Salah satu yang akan diselidiki adalah tunjangan-tunjangan profesi yang mengendap didaerah-daerah. “Kemdikbud tidak punya kewenangan untuk mengecek ini karena otonomi daerah. Tetapi, KPK punya wewenang itu dan akan menulusi sampai ke akar-akarnya,” kata Haryono.
Karena tanpa pengawasan, kata Haryono wajar terjadi kasus kasus pencairan tunjangan yang terlambat dan tidak utuh. Seharunya inspektorat daerahlah yang mengawasi penggunaan anggaran itu. Namun, hal itu tidak dilakukan karena dianggap bukan anggaran daerah.
“Rawan penyimpangan karena anggaran ini diberikan ‘glondongan’ tanpa rincian penggunaan. Pengelolaannya juga tidak diketahui, apakah benar peruntukannya,” kata Haryono. (sumber Kompas Jakarta)
Selama ini banyak kelurahan dari guru PNS karena tunjangan profesi guru belum tentu cair setiap 3 bulan. Kalaupun cair jumlahnya tidak utuh. Terjadi pula kasus, dalam setahun jumlah tunjangan profesi guru PNS yang cair hanya 10 bulan atau 11 bulan.
Meurut Nuh, pengucuran anggaran tunjangan profesi guru PNS dilakukan melalui mekanisme transfer daerah. Tidak bisa langsung dari Pemerintahan Pusat kepada guru karena erat kaitannya dengan otonomi daerah. Karena itu, setelah dana cair, pemerintahan kabupaten/kota diminta jangan menahannya dengan alasan apapun.
“kami mohon daerah bisa mencairkan tunjangan profesi tepat waktu. Kami ingin menunjukan, kita bisa tepat waktu,” kata Nuh.
Sesuai penutupan, Nuh lebih lanjut menjelaskan, secara teknis Kemdikbud hanya bisa “mengendalikan” tunjangan profesi guru non-PNS, guru khusus, dan guru di sekolah luar biasa (SLB). Ini disebabkan anggaran tunjangan profesi, tunjangan daerah khusus masuk kedalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kemdikbud. Adapun anggaran untuk tunjangna profesi guru PNS langsung dikirimkan ke kabupaten/kota.
“selama ini selalu muncul masalah terkait tunjangan profesi guru. Mulai dari ketidakpastian, keterlambatan, sampai jumlah tunjangan yang kurang minimal tiga bulan. Ini harus diakhiri. Bantuan operasional sekolah (BOS) saja yang anggarannya sampai triliunan rupiah sekarang sudah beres,” kata Nuh.
Terkait dengan utang tunjangan profesi yang belum diterima gurur, Nuh berjanji, Kemdikbud dan pemerintah kabupaten/kota akan segera melunasinya. Sampai saat ini, anggaran tunjangan profesi yang masih mengendap didaerah masih diselidiki Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Menurut rencana, utang tunjangan ini akan dilunasi akhir Maret juga.
Alokasi anggaran untuk tunjangan profesi guru pada 2014 naik, dari Rp 43 Triliun pada 2013, menjadi Rp 60,5 Triliun. Secara keseluruhan, anggaran fungsi pendidikan tahun 2014 sudah ditetapkan Rp 368 Triliun dan Rp 238 Triliun diantaranya ditransfer kedaerah.
Tim Pengawas
Jumlah anggaran transfer daerah yang mencapai Rp 238 Triliun, terutama tunjangan profesi guru, itu dinilai oleh inspektur jenderal Kemdikbud Haryono Umar rawan terjadi penyimpangan karena selama ini anggaran itu tidak pernah ada yang mengawasi.
Untuk itu, sejak 2012 telah dibentuk tim khusus dari Kemdikbud, Kementerian Keuangan, Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tim khusus pengawas ini akan mulai bekerja April mendatang. Salah satu yang akan diselidiki adalah tunjangan-tunjangan profesi yang mengendap didaerah-daerah. “Kemdikbud tidak punya kewenangan untuk mengecek ini karena otonomi daerah. Tetapi, KPK punya wewenang itu dan akan menulusi sampai ke akar-akarnya,” kata Haryono.
Karena tanpa pengawasan, kata Haryono wajar terjadi kasus kasus pencairan tunjangan yang terlambat dan tidak utuh. Seharunya inspektorat daerahlah yang mengawasi penggunaan anggaran itu. Namun, hal itu tidak dilakukan karena dianggap bukan anggaran daerah.
“Rawan penyimpangan karena anggaran ini diberikan ‘glondongan’ tanpa rincian penggunaan. Pengelolaannya juga tidak diketahui, apakah benar peruntukannya,” kata Haryono. (sumber Kompas Jakarta)
No comments:
Post a Comment