Saya kutip dari www.merdeka.com Ibnu Hajar atau Haderi asal Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan
(HSS), Kalimantan Selatan, dianggap warga setempat sebagai pahlawan
kemerdekaan. Karena Ibnu Hajar bersama dengan Brigjen Hasan Basri dan
tokoh pejuang lainnya terlibat sebagai orang penting di daerah ini, kata
Dosen Fisif Unlam Banjarmasin Taufik Arbain, Selasa (10/6).
Ibnu Hajar dinilai banyak bergerak di medan pertempuran maupun diplomasi politik, katanya saat dialog Sejarah Banjar yang bertema "Perjuangan Brigjen Hasan Basri dan Ibnu Hajar dari Perspektif Sejarah dan Politik" yang diselenggarakan DPW Sentral Informasi Rakyat (SIRKAL) Kalsel.
Menurut dia, pemberontakan yang disematkan kepada Ibnu Hajar, hingga dia tidak pernah diakui sebagai pahlawan nasional oleh negara, karena Ibnu Hajar dalam situasi perasaan tertindas dan frustasi. Sebab dalam kasus itu, Ibnu Hajar, lebih ditenggarai soal "marwah", karena mendapati situasi shock pasca melawan Belanda di alam kemerdekaan.
"Tetapi bagaimana pun Ibnu Hajar bagian dari tokoh yang memproklamasikan kemerdekaan dalam Proklamasi 17 Mei. Inilah fakta patriotisme rakyat kalimantan Selatan dalam keinginan hidup bersama republik," tuturnya, seperti dikutip dari Antara, (10/6).
Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam Banjarmasin Yusliani Noor, menuturkan, Ibnu Hajar yang dikarang dalam sebuah makalahnya "Sejarah Kalimantan Selatan: Menelusuri jejak-jejak harta karun dan catatan-catatan penting yang terabaikan." Selain mengupas habis perjuangan Brigjen Hasan Basri yang merupakan putra keturunan Kandangan HSS tokoh Ibnu Hajar yang bernama asli Haderi, lahir di Kandangan, HSS, April 1920, dan menjadi perwira dalam ALRI Divisi IV dengan pangkat Letnan II.
Menurutnya, ada dua faktor yang menyebabkan Ibnu Hajar memberontak kepada negara. Satu, cara menangani demobilisasi bekas pejuang gerilya di Kalimantan, dan kedua perlakuan pemerintah dan tentara republik terhadap rakyat pedesaan di daerah ini.
"Awalnya, kira-kira 16.000 gerilyawan masuk tentara, setelah ujian kesehatan dan pendidikan, Maret 1950 tersisa 6000 saja lagi. Sebab keluarnya karena tunjangan hanya Rp 3 sehari," paparnya.
Gerilyawan yang lepas diberi pesangon Rp 50, sebagian dimobilisasi sebagian tidak diakui veteran. Banyak pasukan yang deserse, termasuk di Martapura, Rantau, Kandangan, dan Banjarmasin. Dari pandangan Budayawan dan Seniman H Adjim Arijadi, meski Ibnu Hajar dianggap negara sebagai pemberontak, namun rakyat Kalsel tetap menghargainya dengan pahlawan Indonesia.
"Sehingga patut kiranya terus kita perjuangkan untuk Ibnu Hajar mendapat pengakuan negara sebagai pahlawan nasional," ujarnya.
Senada dengan itu, Ketua Umum DPW SIRKAL Syamsul Daulah mengatakan, bahwa Ibnu Hajar dikecewakan dan seakan tidak dihargai perjuangannya oleh pusat waktu itu. Sehingga dia melawan dan dianggap memberontak oleh negara. Padahal kita tahu dari cerita-cerita pendahulu kita, beliau cinta dan berjuang membebaskan negara ini dari penjajah.
Sementara itu, hadir dalam acara itu narasumber utama Dosen Fisif Unlam Banjarmasin Taufik Arbain dan Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam Banjarmasin Yusliani Noor.
Dalam kesempatan itu juga hadir sejumlah tokoh, seniman, dan budayawan Kalsel, di antaranya H Adjim Arijadi dan Yadi Muriyadi. Semuanya hampir bersepakat, bahwa pusat selain sudah mengakui perjuangan Brigjen Hasan Basri. Juga harus mengakui perjuangan Ibnu Hajar. (sumber : merdeka.com)
Ibnu Hajar dinilai banyak bergerak di medan pertempuran maupun diplomasi politik, katanya saat dialog Sejarah Banjar yang bertema "Perjuangan Brigjen Hasan Basri dan Ibnu Hajar dari Perspektif Sejarah dan Politik" yang diselenggarakan DPW Sentral Informasi Rakyat (SIRKAL) Kalsel.
Menurut dia, pemberontakan yang disematkan kepada Ibnu Hajar, hingga dia tidak pernah diakui sebagai pahlawan nasional oleh negara, karena Ibnu Hajar dalam situasi perasaan tertindas dan frustasi. Sebab dalam kasus itu, Ibnu Hajar, lebih ditenggarai soal "marwah", karena mendapati situasi shock pasca melawan Belanda di alam kemerdekaan.
"Tetapi bagaimana pun Ibnu Hajar bagian dari tokoh yang memproklamasikan kemerdekaan dalam Proklamasi 17 Mei. Inilah fakta patriotisme rakyat kalimantan Selatan dalam keinginan hidup bersama republik," tuturnya, seperti dikutip dari Antara, (10/6).
Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam Banjarmasin Yusliani Noor, menuturkan, Ibnu Hajar yang dikarang dalam sebuah makalahnya "Sejarah Kalimantan Selatan: Menelusuri jejak-jejak harta karun dan catatan-catatan penting yang terabaikan." Selain mengupas habis perjuangan Brigjen Hasan Basri yang merupakan putra keturunan Kandangan HSS tokoh Ibnu Hajar yang bernama asli Haderi, lahir di Kandangan, HSS, April 1920, dan menjadi perwira dalam ALRI Divisi IV dengan pangkat Letnan II.
Menurutnya, ada dua faktor yang menyebabkan Ibnu Hajar memberontak kepada negara. Satu, cara menangani demobilisasi bekas pejuang gerilya di Kalimantan, dan kedua perlakuan pemerintah dan tentara republik terhadap rakyat pedesaan di daerah ini.
"Awalnya, kira-kira 16.000 gerilyawan masuk tentara, setelah ujian kesehatan dan pendidikan, Maret 1950 tersisa 6000 saja lagi. Sebab keluarnya karena tunjangan hanya Rp 3 sehari," paparnya.
Gerilyawan yang lepas diberi pesangon Rp 50, sebagian dimobilisasi sebagian tidak diakui veteran. Banyak pasukan yang deserse, termasuk di Martapura, Rantau, Kandangan, dan Banjarmasin. Dari pandangan Budayawan dan Seniman H Adjim Arijadi, meski Ibnu Hajar dianggap negara sebagai pemberontak, namun rakyat Kalsel tetap menghargainya dengan pahlawan Indonesia.
"Sehingga patut kiranya terus kita perjuangkan untuk Ibnu Hajar mendapat pengakuan negara sebagai pahlawan nasional," ujarnya.
Senada dengan itu, Ketua Umum DPW SIRKAL Syamsul Daulah mengatakan, bahwa Ibnu Hajar dikecewakan dan seakan tidak dihargai perjuangannya oleh pusat waktu itu. Sehingga dia melawan dan dianggap memberontak oleh negara. Padahal kita tahu dari cerita-cerita pendahulu kita, beliau cinta dan berjuang membebaskan negara ini dari penjajah.
Sementara itu, hadir dalam acara itu narasumber utama Dosen Fisif Unlam Banjarmasin Taufik Arbain dan Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam Banjarmasin Yusliani Noor.
Dalam kesempatan itu juga hadir sejumlah tokoh, seniman, dan budayawan Kalsel, di antaranya H Adjim Arijadi dan Yadi Muriyadi. Semuanya hampir bersepakat, bahwa pusat selain sudah mengakui perjuangan Brigjen Hasan Basri. Juga harus mengakui perjuangan Ibnu Hajar. (sumber : merdeka.com)
No comments:
Post a Comment